Jawa Barat Punya Potensi Unggulan
BANDUNG, (PRLM).- Wakil Ketua Umum Kadin Jabar
Bidang Pertanian, Kehutanan, dan Peternakan, Sonson Garsoni mengatakan
di Bandung Sabtu, Jawa Barat memiliki banyak potensi unggulan yang
berkaitan dengan kedaulatan pangan.
Kondisi ini tidak terlepas dari "modal bawaan" berupa kekayaan alam.
Hanya saja, tidak banyak pengembangan yang dilakukan untuk
mengoptimalkan sumber daya tersebut. Padahal sisi lain, seperti
teknologi pertanian misalnya, bisa jadi pintu untuk memperkuat daya
saing produk pangan.
Kelebihan yang dimiliki sebenarnya bisa membuat berbagai produk
pangan Jawa Barat unggul di pasaran, termasuk saat bersaing dengan
produk impor. "Jangan hanya menggantungkan faktor alam. Seharusnya kita
memprioritaskan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif untuk
kemudian menjadi keunggulan kompetitif," katanya.
Penggenjotan dari sisi produksi mutlak dilakukan jika ingin tetap
bertahan di pasaran. Pasalnya, penerapan regulasi dalam perdagangan
untuk melindungi produk lokal sulit untuk dilakukan. Kesepakatan
perdagangan bebas dengan sejumlah negara adalah konsekuensi yang harus
dihadapi.
"Regulasi sebenarnya diperlukan. Tapi kita sudah memiliki komitmen
dengan beberapa negara. Kalau kita proteksi, mereka akan membalas," ujar
Sonson.
Selain pertanian, pemenuhan pangan dari hasil ternak masih perlu
menjadi catatan. Untuk sektor ini, keunggulan terbesar Jawa Barat adalah
penyediaan daging ayam. Pasokan dari Jawa Barat tidak hanya mampu
memenuhi kebutuhan sendiri, tapi juga dikirim ke daerah lain. Berbeda
dengan kebutuhan daging sapi, atau telur ayam yang cenderung defisit.
Hal ini terjadi karena adanya penguasaan pemodal besar dalam industri
ayam. "Produksi ayam sudah bergeser dari peternak kecil menjadi
korporasi multinasional yang menguasai dari hulu ke hilir," kata Sonson.
Pada 2010 misalnya, produksi total daging ayam Jawa Barat sekitar 431
ribu ton, dengan kebutuhan sekitar 194 ribu ton. Pada tahun yang sama,
terjadi defisit untuk daging sapi.
Dari kebutuhan sekitar 121 ribu ton, produksi daging sapi lokal dan
impor hanya sekitar 82 ribu ton. Telur ayam pada periode yang sama juga
mengalami defisit, dengan produksi sekitar 120 ribu ton, sedangkan
kebutuhan 285 ribu ton. Sisa kebutuhan daging sapi harus didatangkan
dari daerah lain, termasuk impor dari Australia dan Selandia Baru.
(A-179/A-26).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar